Latest Posts

Selasa, 09 Desember 2014

Blue Fire untuk Denada


Tulisan cerpen fiksi pertama tentang cinta :)

Tepat pukul tujuh malam, suasana kota pahlawan saat itu bisa dibilang amatlah romantis. Langit tampak terang menampilkan bintang gemintang yang sedang malu-malu berhamburan. Hiruk-pikuk perkotaan dan lalu lalang kendaraan pun seperti tidak mengganggu pasangan-pasangan yang sedang asyik bercengkerama sambil duduk di taman kota. Hari Sabtu, malam  minggu. Waktu dimana kebanyakan muda-mudi menghabiskan akhir pekan dengan pergi berkencan maupun pergi berlibur.
Di salah satu rumah yang terletak di jantung kota, terlihat lampu kamar masih menyala. Seorang perempuan sedang duduk sendiri di dekat jendela kamarnya. Sesekali ia keluar dari kamar menuju lantai atas dan mondar-mandir di sebelah balkon dengan menggenggam handphone seperti sedang cemas menunggu kabar dari seseorang.
Ya.. betapa tidak, Denada yang akan berulang tahun kurang dari beberapa jam lagi di malam itu, tidak mendapatkan kabar sama sekali dari Irfan, kekasihnya.
Jarum jam menunjukkan arah ke angka delapan lewat seperempat. Masih belum ada bbm, maupun telepon dari Irfan.  Kesal menunggu, akhirnya Denada mencoba untuk menghubungi  Irfan terlebih dahulu.
Tut..Tut..
Klik.. “Halo.. Iya sayang?” dari seberang Irfan mengangkat telponnya dengan santai.
“Kamu kemana aja sih, gaada kabar seharian. Kamu lupa sekarang satnight?”
“Enggak kok, aku inget. Cuma lagi sibuk aja.”
“Ngapain aja daritadi?”
“Lagi ngumpul sama temen-temen club vespa. Aku jemput ya.. Kamu udah siap kan?”
“Aku ga’mungkin lupa sama jadwal kencan kita.”
“Iya, iya ngerti. Maaf. Wait me honey..”

Dari kejauhan terdengar suara motor vespa menuju rumah Denada. Denada yang sudah siap di teras rumah menunggu Irfan menjemput, terlihat sangat menawan. Mengenakan dress bunga dengan luaran parka dan bawahan leging panjang, tak lupa juga memakai wedges cokelat. Cantik, simple dan stylish.


Tampak Irfan yang sudah sampai di depan rumah Denada pun terlihat gagah. Mengenakan kaos hitam dan jaket kulit dengan sepatu model sporty yang mengkilap. Pasangan yang serasi.  Denada menghampiri irfan, langsung memakai helm yang diberikan Irfan dan segera duduk di belakangnya. Seperti biasa, tangan Denada berpegangan kuat pada pinggang kekasihnya itu. Malam hari di tengah keramaian kota Surabaya, udara dingin semakin merasuk, pasangan muda mudi itu tancap gas menuju arah barat kota.
“Kita mau kemana?” tanya Denada yang bingung karena mengamati rute perjalanan mereka tidak seperti biasanya. Irfan hanya diam dan tersenyum.
“Mau ke suatu tempat terindah di dunia.. dimana hanya ada aku dan kamu yang bisa menyaksikannya..” jawabnya.
Denada yang mendengar kalimat itu sontak diam dan tunduk, memikirkan kejutan apa yang akan diberikan kekasihnya. Ia membayangkan candle light dinner, mawar putih, atau bahkan pikiran menghabiskan malam ulang tahunnya dengan camping di pinggir pantai. Tapi, pikirannya beralih lagi. Denada tidak sekalipun diberitahu untuk mempersiapkan apapun jika memang mereka hendak camping atau pergi jauh. Ia semakin bingung akan dibawa kemana oleh Irfan. Waktu menunjukkan pukul sembilan malam tepat.
Motor vespa warna biru laut memasuki parkiran di dekat penerbangan lokal Bandara Juanda. Mimik muka Denada masih terlihat bingung. Irfan memarkirkan motor kesayangannya, digenggamnya tangan Denada menuju tempat check-in. Beruntung karena mereka adalah penumpang terakhir yang belum check-in, jadi tidak perlu antri. Setelah selesai dengan pelaporan administrasi, Irfan dan Denada langsung pergi ke gate yang tertera pada boarding pass mereka. Pukul 21.20 Penerbangan Rute Surabaya-Banyuwangi
***
Pesawat yang ditumpangi Irfan dan Denada akhirnya mendarat dengan apik di landasan Bandara Blimbingsari, Kota Banyuwangi. The Sunrise of Java.
Irfan menggandeng tangan Denada menuju pintu kedatangan penumpang. Disana sudah banyak penjemput yang menanti pertemuan dengan orang-orang terkasih maupun tamu spesial yang belum pernah dijumpai. Begitu pula dengan beberapa orang yang tak asing lagi dimata Denada. Tony, kakak kandungnya berdiri berdampingan dengan perempuan separuh baya yang mengenakan jaket tebal bewarna kuning. Perempuan itu memanggil namanya dan melambaikan tangan.
 “Sari!” teriak Denada seraya melepaskan genggaman tangan Irfan, berlari memeluk sahabat karibnya. Sudah lama mereka tidak bertemu sejak Sari pindah ke Sydney lima tahun silam, saat memilih tinggal bersama sang nenek dan melanjutkan kuliah disana.
Rasa jenuh dan lelah yang dirasakan sepanjang perjalanan seketika lenyap tergantikan dengan kebahagiaan saat tiba dan disambut oleh keluarga dan sahabat.
Orang tua Denada sedang pergi bertugas ke luar negeri, jadi Tony lah yang bertugas menjaga adik semata wayangnya. Tentu saja hal ini sudah direncanakan jauh-jauh hari oleh Irfan. Meminta restu orang tua Denada, menghubungi Sari untuk membantu mempersiapkan kebutuhan Denada dan kejutan ulang tahunnya, bahkan Tony juga ikut membantu menjadi penasehat sekaligus seksi dokumentasi.
Pukul 23.05. Perjalanan dimulai pada detik itu. Empat orang dijemput mobil jasa tour and travel meninggalkan bandara, bersiap meraih asa dan cinta menuju destinasi terbaik dalam menciptakan sebuah kenangan yang tak akan bisa terlupakan.
***
“Kita mau kemana sih? Kenapa ada tas carier segala? Siapa yang mau ke gunung?”
tanya Denada penasaran.
Tidak ada yang menjawab. Tony hanya tersenyum jahil melihat raut wajah imut adiknya yang menyiratkan kebingungan. Terang saja, Denada memang tidak pernah sekalipun naik gunung. Jangankan naik gunung, mendaki gumuk pun tak mau. Pernah dulu saat kakaknya masih aktif di salah satu UKM Pecinta Alam dan  mengadakan diklat awal di gumuk, Denada diajak ke puncak gumuk. Tapi karena ia tergelincir saat perjalanan menuju puncak dan terjatuh di depan teman-teman Tony, Denada tak pernah mau lagi jika diajak mendaki.
***
Mobil tour and travel memasuki kawasan wisata ijen. Irfan memimpin rombongan empat orang untuk check in hotel. Sari langsung membawa Denada ke kamar untuk membantu berganti pakaian yang sudah disiapkannya. Semua sudah siap, namun bukan baju pesta yang dikenakan keempat pemuda itu, tetapi perlengkapan wajib mendaki seperti jaket tebal, topi, masker, sarung tangan, sepatu gunung dan perlengkapan lain.
Denada yang menyadari ketiga orang terdekatnya tidak menanggapi pertanyaan-pertanyaannya, dengan terpaksa ia menurut saja dan terdiam jengkel. Selain itu, belum ada seorang pun yang mengucapkan selamat maupun memberikan hadiah di hari ulang tahunnya. Padahal waktu sudah melewati angka 00.00 dini hari.
Mereka berangkat dari hotel menuju pos pintu masuk paltuding dan dilanjutkan dengan soft trekking. Perjalanan dilakukan dengan berjalan kaki sejauh 3 kilometer.
Udara dingin menusuk tulang. Sepanjang perjalanan tercium samar-samar aroma belerang. Semakin mendaki ke atas, aroma itu semakin pekat. Tak jarang membuat mata menjadi pedih.
Layaknya pendaki sejati, Tony mengambil alih memimpin tim. Menuntun arah jalan dan beberapa kali mengingatkan apa yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh tiga orang pasukannya.
“Ingat, hati-hati dalam mendaki, jalanan licin karena banyak butiran pasir. Kita akan mendaki pada kejauhan jarak 2 kilometer dengan kemiringan sudut 25-30 derajat seperti ini sampai di pos bunder, setelah itu jalannya lebih mudah dan mendatar. Hanya sekitar 1 kilometer.”
“Apaaa? Hanyaaa? Hanyaaa? Itu sih lumayan buat kaki jadi kaku. Badan juga makin beku.”
Protes Denada yang berada di belakang Tony. Ia masih terlihat kesal, dan lebih memilih bergandengan tangan dengan Sari meski beberapa kali Irfan berusaha meraih tangannya.
Sepanjang perjalanan Sari menghibur sahabat karibnya itu. Bercerita tentang banyak hal lucu yang dialami di Sydney selama ini. Sisi humorisnya memang sangat berguna. Selain bisa mencairkan suasana, jarak 2 kilometer yang ditempuh menjadi tidak terasa.
Namun di tengah-tengah perjalanan, obrolan Sari terhenti. Begitu juga dengan langkahnya. Wajahnya pucat pasi, muncul keringat di dahinya. Ia memegang perut karena menahan sakit yang begitu dahsyat. Baru ingat bahwa hari itu merupakan hari pertama menstruasi sehingga ia merasakan perihnya dismenhoria.
Sontak semua menjadi cemas, minor accident terjadi sebelum sampai di pos bunder.
Akhirnya Tony pun langsung mengambil tindakan menggendong Sari ke belakang punggungnya.
“Kita lanjutkan perjalanan, sedikit lagi sudah sampai di pos bunder. Kita rehat disana. Ada air panas yang setidaknya bisa kita gunakan untuk mengompres perut Sari nanti.
Fan, kamu gandeng Denada, kita percepat langkah kita” perintah Tony.
Pendaki yang sudah terbiasa mendaki biasanya bisa sampai di pos bunder dalam kurun waktu dua jam, tetapi karena keadaan darurat seperti ini apalagi hanyalah Tony lah yang terbiasa berjalan di medan yang curam, jadi sesampainya di pos bunder setelah menghabiskan waktu sekitar tiga jam. Sari yang sudah diobati dengan asam efenamat dan perutnya pun sudah dikompres air hangat, keadaannya mulai membaik. Ia sudah mampu berjalan seperti biasa, namun kali ini dengan dituntun Tony sampai ke puncak. Satu kilometer lagi sampai di puncak kawah ijen. Menyusuri kegelapan pada dini hari.
Semakin dekat dengan  puncak, semakin terlihat juga cahaya lampu senter para wisatawan dan backpacker lain yang saling bertabrakan. Tak jarang pula berpapasan dengan para penambang belerang di dekat pos bunder.
“Masih kuat mbak, mas? Sabar, tinggal sedikit lagi” kata seorang bapak-bapak yang sedang memikul bongkahan belerang sebesar kaki gajah itu.
Tidak ada raut wajah lelah yang ditunjukkan Bapak si penambang belerang. Keramah tamahan dan senyumnya menyemangati empat pemuda untuk bangkit dari peristirahatan.
Ketika yang lain mulai melanjutkan perjalanan, Irfan kembali menemui bapak penambang belerang. “Bapak, boleh saya minta tolong?”
***
Langkah kaki semakin berat. Denada terhenti, terdiam, ia tak berkedip ketika samar-samar memandang keajaiban Tuhan yang ada di depan mata telanjang. Betapa takjubnya ia.
“Kita sudah sampai.. in here, Blue Fire.. The World Destination!!!” 
teriak Tony melepaskan kegembiraannya.
Segera Irfan meraih tangan Denada. Kali ini Denada tak mampu menolaknya lagi. Tangan kekasihnya itu menggenggam erat tangannya, kemudian mengecup pipi kirinya.
“Selamat Ulang Tahun, sayang...”
Kalimat yang sederhana, namun cukup membuat Denada tak kuasa menahan air mata. Terharu nan bahagia. Fenomena yang sangat indah. Tepat di danau dengan kawah yang membentang luas dan terbesar di dunia. Kado paling menakjubkan yang pernah diberikan oleh Irfan.
“Kau tau, mengapa aku mengajakmu ke tempat ini? Lihatlah nyala-nyala cahaya api biru itu. Blue Fire, menginterprestasikan betapa bersyukurnya aku telah memilikimu.
Betapa rumitnya perasaanku seperti sulur-sulur blue fire yang menyerupai urat nadi itu kian menyadarkanku, betapa panas dan merasa hidupnya aku setiap berada di dekatmu.
Blue Fire tidak bisa membakar kayu, namun bisa melelehkan besi. Sama sepertiku, yang tak bisa menahan ego setiap kali tanpa sadar terkadang aku tlah membuatmu jengkel.
Tapi rasa memiliki ini ibarat katalisator yang tiada henti-hentinya mengingatkan aku akan besarnya kasih dan sayang yang tercurah. Itulah Blue Fire untukmu, Denada...”
Denada tak bisa berkata-kata. Hatinya sudah meleleh dengan semua kejutan manis yang ditunjukkan Irfan. Hilang sudah rasa kesal, sakit, dan lelah, semua menguap begitu saja. Seolah terbayarkan dengan tenggelamnya ia dalam nuansa magis tersebut.
Waktu berganti menjadi pagi dini hari, blue fire mulai menghilang. Sinar mentari terpancar dari balik tebing hingga memunculkan pemandangan kawah ijen menjadi sangat jelas. Cahaya memantul tepat menerangi kawah, dihiasi kabut belerang yang tersisa, membuat siapa saja yang melihatnya terpesona. Air kawah berkilauan, bak semburan berlian bewarna hijau tosca. Mereka menjadi saksi atas momen-momen perubahan alam yang eksotis nan luar biasa.

Pertunjukan pemandangan indah belum selesai. Mereka berjalan menyusuri jalan setapak sisi selatan kawah, memandangi gradasi warna hitam tanah, putihnya kapur, dan semburat warna segar kuning belerang yang berpadu satu sama lain. Hingga sampailah mereka di dekat pohon-pohon kering yang mati. Pohon-pohon itu mati karena serangan asap belerang akibat letusan terakhir pada tahun 1993. Namun anehnya batang pohon tetap kokoh berdiri, dan memberikan kesan humanis bagi siapa saja yang melihatnya.
Di salah satu pohon, sesuatu tergantung. Sebuah kotak kaca dengan pita merah yang melilitnya.Denada yang tersadar akan hal itu, langsung meraih kotak tersebut. Tony memberikan isyarat agar Denada segera membukanya.
“Itu hadiah buat kamu...” ujarnya.
Denada membuka kotak kaca itu pelan-pelan. Terdapat sebuah cicin emas dengan hiasan permata di atasnya, dan terdapat pula sebuah bongkahan belerang berbentuk hati.
Irfan berlutut dan menggenggam tangan Denada lagi.

Dear... ada dua hadiah yang aku berikan untukmu. Sebuah cincin yang mengartikan sebuah ikatan yang lebih serius, dan bongkahan belerang berbentuk hati yang mewakili perasaanku. Dua tahun, waktu yang cukup bagiku untuk lebih mengenalmu. Waktu yang sudah kita lalui bersama untuk semakin dekat dan mengerti satu sama lain, waktu dimana kita saling mendengarkan keluh kesah, memecahkan setiap masalah demi masalah, mengukir momen indah berdua. Yang aku tau, aku sangat bersyukur, Tuhan telah memberikan kesempatan dan mempertemukan kita. Mungkin, aku bukan seorang laki-laki yang sempurna. Aku hanya berusaha menjadi seseorang terbaik yang aku bisa. Seseorang yang bisa bermakna bagimu, dan melengkapi hidupmu..”

Kata-kata Irfan membuat Denada tak bisa membendung air matanya lagi. Kali ini, air mata bahagia itu benar-benar terjatuh semakin deras. Degup jantungnya berdetak hebat.

“Hari ini, aku memberanikan diri untuk mempertanyakan keyakinanmu padaku. Apakah kau mau menerimaku untuk selamanya menjadi pendamping hidupmu, membangun masa depan indah berdua? Jika ya, kau bisa langsung memakai cicin itu di jari manis tangan kananmu . Tetapi jika tidak, kau bisa membuang bongkahan belerang berbentuk hati itu di depanku. Lemparkan ke dalam kawah panas, agar terekam dalam memoriku tentang pupusnya harapan untuk bisa bersamamu.”

Denada terdiam. Lama ia termenung memikirkannya. Suasana pagi hari itu pun semakin tegang.
“Aku.. nggak bisa...” jawabnya, dengan suara sedikit lirih.
Semua sontak kaget dan tercengang mendengar pernyataan Denada. Sari pun seakan tak percaya. “Sahabatku, Denada.. apakah kamu yakin?” tanya Sari untuk memastikannya.
“Maksudku, aku nggak bisa memakainya. Tegakah kamu, melihat kedua tanganku penuh dengan hadiah dan aku tidak bisa memasang cincin indah ini sendirian.” ucap Denada dengan tersenyum manja kepada Irfan.
Mendengar kelanjutan pernyataan itu, Irfan beranjak berdiri dan memeluk Denada erat-erat. Sampai-sampai Denada susah bernapas. Irfan bahkan mencium kening kekasihnya beberapa menit. Tak peduli ada dua pasang mata yang lain disana dari awal sudah ikut terlarut dalam fantasi romansa yang diciptakan.
Akhirnya Tony tak mau kalah. Ia tidak mau melewatkan momen manis itu. Sari yang sedari tadi hanya menjadi penonton setia, tiba-tiba terenyuh ketika Tony berani memandangnya begitu lama. Tatapan yang penuh arti. Dan tanpa kata-kata pun, Sari bisa menerjemahkannya. Kontak mata memberikan suatu pertanda. Bahwa ada ketertarikan diantara dua anak manusia.
read more...

Rabu, 21 Mei 2014

Reposisi Peranan Perempuan Menuju Keadilan Sosial dan Demokrasi


“Jika kita mengajarkan sesuatu pada laki-laki, kita hanya mengajarkannya saja.
Akan tetapi jika kita mendidik perempuan, sama halnya seperti mendidik sebuah generasi..”
Berkaca pada Kartini …
Emansipasi lantas bukan hanya ditafsirkan sebagai kesetaraan perempuan dan laki-laki dalam segala bidang. Banyak yang salah menafsirkan emansipasi ke arah feminis dan radikal.
Sejatinya memang perjuangan menuju kesetaraan gender di Indonesia masih jauh dari kata selesai.
Dari segi politik, saat ini masih saja ada yang menempatkan posisi perempuan hanya sebatas participated mobilized, bukan kesadaran diri sendiri menjadi pelaku atau stake holder. Terkesan perempuan hanya dijadikan sebagai pelengkap. Menuntut keterwakilan perempuan bukan hanya dari kuantitas, tetapi juga seharusnya dilihat dari kualitas dan kapabilitasnya.
Ruang memang sudah ada, akan tetapi budaya patriarki yang masih melekat membuat kesempatan memasuki ruang itu semakin sempit. Mencekoki pemikiran masyarakat bahwa perempuan tempatnya hanya pada ranah domestik saja, sehingga perempuan kurang termotivasi dalam berkembang. Tidak heran prostitusi semakin marak, ketika lahan perempuan untuk berkreasi dibatasi maka ia rela menjual diri.
Sangat miris, saat kita tau anak-anak gadis yang dahulunya duduk di bangku sekolah dasar begitu cerdas dan pintar, namun setelah ia dewasa, hidupnya berakhir di prostitusi dan pernikahan dini.
Di satu sisi adanya ketidak sinkronan UU Perkawinan dan Perlindungan Anak juga menjadi penyebabnya. Pertentangan antara UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Dalam Pasal 7 ayat (1) UU Perkawinan disebutkan: Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun.
Sedangkan dalam UU No 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak, batas umur anak adalah seseorang belum genap 18 tahun.
Maka terjadi ketidak sinkronan antara kedua UU tersebut. UU Perkawinan memperbolehkan anak melakukan perkawinan usia anak, asalkan sudah berumur 16 tahun ke atas.
Padahal pada UU Perlindungan anak, batas usia dibawah 18 tahun masih dianggap sebagai anak dan berhak mendapatkan perlindungan.
Pernikahan memang menjadi hak setiap manusia di dunia ini. Namun jika pernikahan tidak dibekali dengan pendidikan yang cukup dan kedewasaan berpikir yang matang, maka bisa dibayangkan bagaimana sulitnya membina keluarga dan anak-anak lah yang menjadi korbannya.
Jika seorang anak dibawah umur 18 tahun menikah dan memiliki anak pada usia sebelum genap 18 tahun maka bisa dibilang seorang anak yang mempunyai anak. Yang menjadi masalah bahwa UU Perlindungan Anak tidak memandang status pernikahan atau perkawinan seseorang, tidak melihat kematangan psikis, kematangan fisik dan kematangan seksual seseorang. Yang menjadi patokan hanyalah batas usia.
Hal ini juga berdampak pada meningkatnya angka kematian ibu dan korban kekerasan dalam rumah tangga. Di Indonesia, hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, yakni  mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia. Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang menyebabkan kenaikan tekanan darah di atas normal, yaitu 140/90 mmHg. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007 menunjukan prevalensi hipertensi secara nasional mencapai 31,7%. Departemen Kesehatan mengungkap bahwa hipertensi merupakan penyebab kedua kematian ibu melahirkan, setelah pendarahan. Tiga penyebab teratas kematian ibu melahirkan adalah pendarahan (28%), hipertensi (24%) dan infeksi (11%). Hipertensi banyak dialami oleh perempuan hamil dalam usia kurang dari 20 tahun dan di atas 40 tahun. Salah satu contoh data terdapat 117 kasus kehamilan yang tak diinginkan sepanjang tahun 2012 di Kab. 50 Kota.
Hal tersebut semakin menyempitkan ruang gerak perempuan. Menimbulkan kontradiksi dengan minimnya masa produktif perempuan dalam menempuh pendidikan, sehingga berdampak pula pada kurangnya rasionalitas dan rentan menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.
Perempuan Indonesia butuh motivasi dan dorongan untuk mendapatkan pendidikan perempuan yang layak.
Perempuan memang lah tidak boleh keluar dari kodratnya sebagai perempuan yang melahirkan dan menyusui. Namun laki-laki juga tidak sepatutnya mengurung perempuan dengan menekankan tanggung jawab domestik yang dilimpahkan hanya kepada perempuan saja.
Laki-laki memang tetap menjadi imamnya, dalam Islam khususnya.
Tetapi ketika kita berbicara tentang masalah perempuan, kita juga berbicara tentang nilai-nilai kemanusiaan. Tanggung jawab dalam membesarkan anak, dan mengatur keluarga adalah tanggung jawab bersama. Fokus menjadi ibu rumah tangga pun tidak menjamin perempuan dapat membesarkan anak dengan semestinya. Semua berkaitan dengan kesadaran dalam diri perempuan yang perlu dibangun dan sejauh mana tingkat pendidikan serta rasionalitasnya.
Bisa dibayangkan bagaimana pesatnya perkembangan negara jika peran perempuan juga terus ditingkatkan.
Dan semua juga berkaitan dengan ranah yang diambil, sejauh mana dukungan masyarakat, serta kebijakan pemerintah. Perempuan, adalah tiangnya negara.
Semoga tulisan ini bisa menjadi refleksi kita bersama, dan bisa menjadi stimulus bagi perempuan untuk terus berjuang dan berkarya.


read more...

Selasa, 20 Mei 2014

Mengenal Jember Lebih Dekat, Melalui Warisan Kebudayaan Batik



Ekspresi budaya Indonesia selalu memiliki makna simbolis yang unik dan bernilai seni yang tinggi bagi masyarakat. Keunikan yang indah itu merupakan salah satu pembentuk karakter bangsa Indonesia yang membedakan kita dengan bangsa lain sehingga dapat menjadi identitas dan jati diri bangsa. Begitu pula dengan Batik. Batik menjadi elemen penting dalam pengembangan negara. Pengertian Batik sendiri telah ditetapkan UNESCO yakni proses penulisan gambar atau ragam hias pada media apapun dengan menggunakan lilin batik atau yang biasa disebut dengan malam sebagai alat perintang warna. Malam diaplikasikan pada kain untuk mencegah penyerapan warna pada saat proses pewarnaan.

Batik menjadi kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya bangsa kita. Tak jarang, sampai sekarang di acara-acara adat seperti pernikahan terutama Etnis Jawa, selalu identik dengan mengenakan batik. Seragam pegawai pun di desain dengan menggunakan kain bermotifkan batik.
Masyarakat Jember tentu haruslah bangga. Selain dikenal dengan Jember Fashion Carnaval-nya, Jember mempunyai ciri khas yang mampu dilukiskan dengan indah melalui Batik.
Popularitasnya pun tak kalah dengan Batik dari daerah-daerah lain. Salah satu motif yang ditonjolkan ialah motif daun tembakau, sebagai icon kota Jember.
Konsumennya mulai dari masyarakat, wisatawan, sampai pejabat dan artis Ibukota.
Nah.. Ada apa dibalik Eksotika Batik Jember?

Saya berkunjung ke salah satu tempat produksi Batik Jember yaitu Rumah Batik Rolla untuk lebih mengenal tentang ciri khas kota Jember melalui warisan kebudayaan batik. Lokasi produksi berada di Jl. Mawar no.75 Jember, terletak di tengah kota sehingga sangat mudah akses kunjungan kesana.


Nama “Rolla” diambil dari nama ayahanda dari pemilik Rumah Batik Rolla.
Bapak Rolla yang merupakan produsen exportir tembakau, sudah tidak ada sejak pemilik masih kecil, ia  yang seharusnya menjadi penerus usaha tembakau ayahnya, belum mampu menguasai pengelolaan usaha tembakau. Sehingga terpikir untuk memanfaatkan peluang yang ada melalui usaha Batik Jember.




Bersama pemiliknya, Ir. Iriane Chm. Rolla, Amd. atau yang akrab disapa Ibu Irin ini, saya diajak untuk melihat bagaimana proses pembuatan Batik Jember dan diajari bagaimana caranya membatik.


Berdasarkan pembuatannya, batik dibedakan menjadi 3, diantaranya Batik Tulis, Batik Cap, dan Batik Kombinasi Cap dan Tulis. Bahkan saat ini adapula motif batik diatas kain yang disusul dengan pewarnaan sebagaimana proses sablon, dikenal dengan nama Batik Print.

Pada proses awal pembuatan Batik, kain yang akan diberikan pola dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan detergen. Kemudian setelah kering, bisa digambarkan pola sesuai kreativitas pembuatnya. Penggambaran pola dilakukan mulanya di kertas HVS untuk menentukan besaran pola dan pola yang dirancang pada kain. Kemudian pola yang sudah dipastikan untuk digambar, dituangkan dalam kertas kalkir. Kertas kalkir berukuran lebih besar sehingga pengembangan pola pun bisa terlihat lebih jelas.
Ciri khas dari pola Batik Jember yang dibuat biasanya adalah motif tembakau yang dikembangkan dengan sulur tangkai, buah naga, kopi, kakao, dan produk-produk unggulan kabupaten Jember lainnya.
Setelah pola pada kertas kalkir sudah selesai digambar, proses selanjutnya yakni disalin pada kain. Jenis kain yang digunakan Rumah Batik Rolla yakni kain katun primisima dan kain sutera.
 

Pada proses kedua saya diajak ke ruangan membatik. Kain yang sudah selesai diberikan pola tadi, dilukis dengan malam yang telah dipanaskan. Melukisnya pun menggunakan canting dan harus hati-hati agar tidak terkena panasnya malam yang dicairkan. Malam digunakan sebagai alat perintang warna guna mencegah penyerapan warna pada saat proses pewarnaan. Sehingga dapat membantu menutup bagian kain yang tidak akan diwarnai.
Perlu diketahui juga bahwa membatik ini harus satu arah. Dibutuhkan kesabaran extra serta ketelitian dalam mengisi pola batik.
Jadi tidaklah heran harga yang ditetapkan pasaran pada umumnya lebih tinggi harga batik tulis jika dibandingkan batik cap. Karena proses pembuatannya pun lebih lama dan memiliki nilai karya seni yang tinggi.






Proses selanjutnya yakni proses pewarnaan. Pada proses pewarnaan ini dilakukan dengan menggunakan kuas. Besar-kecilnya kuas yang digunakan disesuaikan dengan ukuran gambar pola yang akan diberikan warna. Kualitas batik juga ditentukan oleh kombinasi warna yang baik dan bahan pewarnaan yang berkualitas dan tidak mudah luntur. Imajinasi saat memadukan warna sangat diperlukan, terutama untuk kombinasi warna gelap dan warna terang yang disesuaikan dengan pola motif dan gambar. Dalam proses pewarnaannya pun juga harus teliti agar tidak melewati bagian warna pola yang lain.




Setelah melalui proses pewarnaan, kami menuju tempat penglorotan kain batik.
“Nglorot” artinya merebus kain. Hal ini dilakukan agar malam atau lilin bisa larut  dan lepas.
Ruangan yang digunakan pada proses ini juga harus tertutup dari sinar matahari agar warna kain batik yang dilorot dan diwarnai juga tidak berubah.
Kain batik yang direbus menggunakan air panas, juga ditambahkan abu soda untuk meningkatkan kecepatan dalam menghilangkan malam. Dan pada proses pewarnaan menggunakan air aki untuk membantu menimbulkan warna kain batik.
Proses akhir ialah pencucian dan pembuangan. Kain batik setelah dilakukan pewarnaan dan penglorotan dicuci dan dibilas 4-7 kali pada air bersih dan tempat yang berbeda. Kemudian air cucian sebelum dibuang, dinetralisir terlebih dahulu agar tidak menjadi limbah yang membahayakan lingkungan. Dalam sehari Rumah Batik Rolla bisa menghasilkan 20-30 kain yang sudah diwarna dan dilorot.




 
Adapun Batik Cap yang diproduksi oleh Rumah Batik Rolla.
Dahulunya membatik memang merupakan mata pencaharian eksklusif bagi kaum perempuan. Namun sejak adanya batik cap yang menggunakan alat berat, memungkinkan adanya tenaga kerja lelaki juga turut serta melestarikan batik.
Batik cap menggunakan alat kerja yang dinamakan canting cap. Canting cap telah dibentuk pola pada tembaga yang khusus dipesan dari Pekalongan. Saat ini Rumah Batik Rolla telah memiliki kurang lebih 50 jenis canting cap dengan pola yang berbeda. Diantaranya pola canting cap JFC (Jember Fashion Carnaval) yang menggambarkan orang dengan sayap, dan ada pula canting cap petani tembakau yang menceritakan proses penanaman tembakau oleh petani Jember. Jadi melalui pola batik tersebut Batik Rolla juga turut mempromosikan ciri khas Kabupaten Jember.
Sama seperti batik tulis, batik cap juga menggunakan malam sebagai alat perintang warna. Hanya saja perbedaannya selain pada canting, terletak juga pada alat yang digunakan. Yakni menggunakan wajan khusus untuk mencairkan malam yang terbuat dari tembaga dan berukuran lebih besar, serta suhu panas yang dibutuhkan berkisar 360 derajat celcius.
Motif batik cap juga bisa disesuaikan dengan selera maupun pesanan konsumen, misalnya untuk pembuatan seragam yang membutuhkan 50-100 kain batik. Namun pemesanan pun harus dilakukan jauh-jauh hari, karena pembuatan canting cap sendiri memakan waktu sekitar 1-2 minggu.







Semakin berkembangnya zaman dan teknologi tak menjadikan batik terlihat kuno, justru sentuhan indah motif batik yang biasanya ada pada kain, juga dibuat di berbagai macam interior ruangan, trend fashion dan accecoris, sepatu, tas, jam tangan, dll. Motif-motif batik dan produk batik Jember ini dirancang modern sehingga cocok juga untuk semua kalangan. Baik orang dewasa, remaja, maupun anak-anak. Untuk kisaran harga batik cap dipatok dengan harga Rp 110.000,- sedangkan batik kombinasi cap dan tulis dipatok dengan harga Rp 250.000,- sampai Rp 350.000,-  Dan untuk batik tulis harganya relatif lebih mahal, tergantung tingkat kerumitan motif batik tulis dan kombinasi warna yang menarik.
Motif terbaru seperti motif edamame, motif naga yang dipercaya sebagai simbol keberuntungan, dan motif sepeda serta motif batik trill yang mendukung komunitas otomotif juga tersedia.



Rumah Batik Rolla saat ini memiliki 150 orang pekerja.
Tenaga kerja di Rumah Batik Rolla rata-rata perempuan. Berasal dari ibu-ibu dharmawanita dan sebagian tenaga kerja laki-laki yang telah dibekali pelatihan khusus.
Selama ini Batik Rolla juga telah menyelenggarakan berbagai macam pelatihan membatik dan pembuatan tas bersama ibu-ibu dharmawanita, anak-anak, dan mahasiswa.
Dari usaha Ibu Irin yang sudah berdiri sejak tanggal 26 Februari 2010 ini, hingga sampai saat ini Batik Rolla tidak hanya memiliki outlet di Jember, namun juga berkembang di luar kota yakni 2 outlet di Surabaya dan 1 outlet di Jakarta. Harapannya Batik Jember bisa bersaing di kota-kota besar, di satu sisi Ibu Irin juga turut serta memperkenalkan potensi Jember melalui Batik.


Dalam hal distribusi, pada mulanya Ibu Irin sebagai Koordinator Bidang Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Jember hanya turut memasarkan Batik Jember dari Sumberjambe, kemudian pada tahun 2009 beliau memutuskan untuk membuat usaha mandiri. Termotivasi dari banyaknnya masyarakat sekitar yang terjerat rentenir, Ibu Irin ingin membantu masyarakat dengan membuka lapangan pekerjaan guna meningkatkan perekonomian Jember.
Beberapa penghargaan yang sudah diterima hingga saat ini diantaranya Penghargaan dari Ibu Nina Soekarwo sebagai Pelestari Budaya No.3 se-Jawa Timur, Sertifikat Batik Tulis dari Lembaga Batik Yogjakarta, dan penghargaan-penghargaan lain dari lembaga Pendidikan seperti Universitas, Politeknik, dll.
Harapannya Pemerintah dapat memberikan dukungan dalam mensosialisasikan produk-produk dan potensi daerah lokal yang ada. Misalnya pada Pameran besar, sehingga para produsen bisa mengukur tingkatan kualitas produk mereka dan terus meningkatkan inovasi-inovasi sehingga mampu bersaing dalam skala lebih luas.
Masyarakat perlu menyadari bahwa melestarikan kebudayaan bangsa merupakan kewajiban bersama. Perempuan pun diharapkan juga dapat mandiri. Mampu turut serta berperan dalam memberdayakan potensi daerah. Semangat Ibu Irin patut kita apresiasi bersama.
Semoga inovasi dan upaya dari Rumah Batik Rolla Jember bisa menginspirasi kita semua agar tetap mencintai produk dalam negeri dan melestarikan warisan kebudayaan Indonesia.





 
UNESCO pada tanggal 2 Oktober, 2009 telah menetapkan Batik Indonesia sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi  (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity)
read more...

Menemukan Desa di Atas Awan, Menikmati Keindahan Panorama B29



B-29 sebutan unik untuk sebuah objek wisata baru berupa pegunungan yang terletak di Kabupaten Lumajang. B-29 sendiri diambil dari kata B yang berarti Bukit, sedangkan angka 29 diartikan ketinggian dua ribu Sembilan ratus meter diatas permukaan laut. Dengan suhu sekitar 20-24 derajat celcius.
Keindahan pegunungan B-29 ini memiliki panorama yang bisa menyaksikan keindahan dua gunung merapi yakni Gunung Semeru dan Gunung Bromo. Keindahan panorama ini setidaknya mampu mengobati rasa penat dan lelah sepanjang perjalanan bagi para pendakinya.
Yang paling istimewa dari bukit ini, selain lebih tinggi dari danau ranu kumbolo yang memiliki tinggi 2400 mdpl, objek wisata ini tengah menjadi trending topic di beberapa destinasi pariwisata.
B-29 sangatlah menarik jika dijadikan lokasi camping, fotografi, dan liburan keluarga serta pendaki pemula.
Untuk sampai di pegunungan B-29 ini, pendaki bisa menempuh perjalanan sekitar 100 km dari Jember menuju Lumajang. Rutenya bisa melewati rute Kecamatan Sumbersari – Kaliwates – Rambipuji – Bangsalsari – Tanggul – Sumberbaru – Jatiroto sampai Lumajang dan menuju kecamatan Senduro selama kurang lebih 3 jam. Ya perjalanan ini memang cukup melelahkan namun puas ketika sampai di puncak B-29.
Selain medan yang ditempuh cukup ringan, adanya alat transportasi jasa ojek yang setiap saat siap melayani pengunjung yang kelelahan berjalan. Jasa transportasi berupa jasa ojek ternyata terbilang cukup murah. Pengunjung hanya merogoh kocek mulai 30-50 ribu rupiah untuk setiap jasa Pulang-Pergi, dan sekitar 20 ribu saja untuk jasa sekali antar.
Selama menempuh perjalanan, pengunjung juga bisa menikmati indahnya pemandangan tumbuhan bunga matahari, bunga edelweiss. Selain itu, pengunjung juga bisa mampir ke rumah warga untuk hanya sekedar membeli hasil pertanian seperti cabe tengger, kubis, kentang, bawang daun, serta aneka sayuran lainnya.
Lokasi yang asri dan sejuk ini bisa dinikmati dengan hanya perlu membayar 2000 rupiah saja untuk tiket masuk B-29. Biasanya, kebanyakan pengunjung yang datang ke B-29 ramai pada akhir pekan. Apalagi pada waktu dini hari atau saat matahari terbit, panoramanya cukup menarik dan eksotis untuk bisa diabadikan dengan lensa kamera. Sepertinya mendaki pegunungan B-29 ini bak menemukan sebuah desa di atas awan.









read more...